Minggu, 13 Mei 2012


I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
          Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis air tawaryang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena harga jual dipasaran paling baik bila dibandingkan ikan air tawar lainnya dan fluktualis harganya pun relatif stabil. Sebagai bahan pangan, daging ikan gurami mengandung gizi yang baik, rasa dagingnya lezat dan gurih serta tektur tubuhnya tidak lembek.
          Ikan gurami banyak dijumpai disungai, rawa telaga, dan kolam berair tawar. Beberapa keunnikan ditemui pada ikan ini adalah sifatnya yang suka membuat sarang untuk bertelur. Selain itu, gurami memiliki labirin sebagai alat pernapasan tambahan yang berbentuk selaput dan berkelok-kelok, yang berfungsi untuk mengambil oksigen secara langsung dari udara.
          Ikan gurami secara alamiah melakukan pemijahan pada musim kemarau. Bila dipelihara dikolam, ikan gurami tidak perlu menuntut persyaratan lingkungan hidup yang rumit, sehingga dapat dipelihara dikolam sederhana atau dikolam pekarangan yang berperairan sedikit. Ransum makanannya sebagian besar berupa daun-daunan lunak yang mudah diperoleh di sekitar lingkungan pemukiman. Beberapa kemudahan tersebut merupakan keunggulan tersendiri dibandingkan dengan ikan jenis air tawar lainnya. Karena biaya pemeliharaan, terutama pemberian pakan yang berupa daun-daunan, relatif murah dan mudah didapat. Ikan gurami juga didapat. Ikan gurami juga memiliki ketahanan tubuh yang baik berbagai macam penyakit, lebih-lebih bila lingkungan pemeliharaan diperhatikan.
          Hampir setiap orang mengenal ikan gurami. Penampilannya tenang, geraka renangnya pelan dan sekali-kali muncul dipermukaan air atau mendekat ke arah orang yang sedang berada dipinggir kolam. Dengan tingkah laku demikian, banyak orang yang tertarik terhadap ikan gurami dan memeliharanya. Baik dalam skala besar maupun skala kecil. Pertumbuhan ikan ini sangat lambat. Hal ini terkait denga faktor keadaan, kebiasaan makan, dan lingkungan hidup yang spesifik. Kematangan kelamin mulai terjadi sekitar dua tahun. Lamanya pertumbuhan ini banyak membuat para petani menjadi kurang berniat untuk membudidayakannya. Namun, beberapa tahun kemudian ini, ikan ini menjadi primadona ikan konsumsi air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, disamping karena rasanya lezat dan empuk serta mudah dalam pemeliharaannya.
          Kemudahan pemeliharaan tentu harus didukung dengan pengetahuan petani ikan dalam mengelola pembudidaya gurami. Pengetahuan akan permasalahan-permasalahan dan cara penanganannya sangat penting diketahui agar hasil produksi yang diharapkan tercapai.
            Usaha ikan gurami sangat menguntungkan karena perdagangan ikan sudah bisa dimulai sejak dari telur di dalam sarang, benih berukuran kecil atau pun besar, sebagai indukan atau sebagai ikan gurami konsumsi. Bahkan sekarang telah dijual jenis ikan gurami untuk ikan hias ditaman atau di akuarium.
          Dari berbagai keunggulan diatas maka dalam Prakek Kerja Lapang III (PKL III) penulis tertarik untuk mengambil judul tentang teknik pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy) di Usaha Bapak Andi Karang Kalasan Kabupaten Sleman Yogyakarta.

1.2.  Tujuan
            Tujuan dari Praktek Kerja Lapang III (PKL III) ini adalah:
1.         Untuk mendapatkan  pengetahuan dan keterampilan tentang teknik pembenihan ikan       gurami (Osphronemus gouramy) yang dilaksanakan Usaha Milik Bapak Andi        Kecamatan Karang Kalasan Kabupaten Sleman Yogyakarta.
2.         Mengetahui biaya – biaya yang di keluarkan dan yang di hasilkan dari proses        pembenihan ikan gurami.


 
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Gurami
Kebanyakan orang telah mengenal, menangkap  atau memakan gurami. Tetapi kebanyakan dari mereka sebenarnya belum mengetahui segala sesuatunya tentang jenis ikan itu sendiri. Hal ini memang tidak mengherankan, sebab publikasi mengenai ikan gurami relatif sedikit dibandingkan dengan jenis ikan lain, seperti ikan mas, udang atau pun ikan lele.
Kenyataan terlihat dari banyaknya nama yang diberikan kepada ikan gurami. Setiap daerah memberi nama tersendiri. Di Jakarta dan Jawa Barat disebut ikan gurame. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta orang menyebutnya gurameh atau grameh. Sedangkan di Sumatera Barat dikenal sebagai ikan  kalui. Bahkan banyak pula yang menyebutnya ikan kali, karena asalnya dari kali (sungai) dan rawa-rawa. (Puspowardoyo dan Djarijah 1992).

2.1.1. Klasifikasi
            Menurut Suryani (2006), ikan gurami diklasifikasikan sebagai berikut :
kelas                      : Pisces
Sub kelas              : Teleostei
Ordo                      : Labyrinthici
Subordo                : Anabantoidae
Famili                    : Anabantidae
Genus                   : Osphronemus
Spesies                 : Osphronemus gouramy

2.1.2. Morfologi
          Menurut Suryani (2006), morfologi pada ikan gurami, yaitu:
·         Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas.
·         Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong.
·         Tubuhnya pipih dan agak panjang.
·         Bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolon mirip cula.
·         Tonjolan ini tidak ditemukan pada gurami anakan atau gurami muda.
·         Mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat di bawah ujung moncong.
·         Sisik gurami berukuran besar dan bagian tepinya tidak rata (kasar).
·         Pada gurami anakan terdapat ciri khas berupa garis-garis hitam yang melintang di tubuh.
·         Ketika mudah warna punggung gurami biru kehitaman, bagian perutnya berwarna putih
·         Ketika dewasa bagian punggungnya berubah menjadi kecoklatan dan bagian perutnya menjadi keperakan.
·         Warna dan perilaku gurami muda lebih menarik dibandingkan gurami dewasa.
·         Di dekat pangkal ekor gurami muda terdapat totol bulat berwarna hitam dan gerakan lincah.
·         Oleh karna itu ikan gurami pada saat muda dijadikan ikan hias.
Panjang gurami dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10kg. Secara alami pertumbuhan paling pesat terjadi saat mencapai umur 3-5 tahun. Gurami mempunyai alat alat pernapasan tambahan berupa lipatan-lipatan epithelium yang disebut labirin. Labirin adalah insang yang berfungsi sebagai alat pernapasan yang membuat gurami dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Alat pernapasan tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Dengan kemampuannya ini gurami dapat hidup di air yang kandungan oksigennya terbatas.




Gambar 1. Ikan Gurami. Sumber. Suryani (2006)
2.2 Persayaratan Lokasi
·  Menurut Brotoadji (2011), Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
·  Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan kolam secara gravitasi.
·  Ikan gurami dapat tumbuh normal, jika kolam pemeliharaan berada pada ketinggian 50-400 m dpl.
·  Kualitas air untuk pemeliharaan ikan gurame harus bersih dan dasar kolam tidak berlumpur, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak limbah pabrik.
·  Kolam dengan kedalaman 70-100 cm dan system pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan gurame.  Untuk pemeliharan secara tradisiional pada kolam khusus, debit air yang diperkenalkan adalah 3 liter/detik, sedangkan untuk pemeliharaan secara polikultur, debit air yang ideal adalah antara 6-12 liter/detik.
·  Keasaman air (pH) yang baik antara 6,5 - 8.
·  Suhu air yang baik berkisar antara 24 - 28 derajat C.

2.2.1 Pembutan Kolam Pemeliharaan Benih
          Kolam pembenihan sebaiknya terbuat dari tanah liat atau lempung berpasir serta tidak berbatu.
          Menurut AgroMedia (2008), luas kolam pembenihan tidak lebih dari 50-100 meter persegi dengan kedalaman air 30-50 cm. Kepadatan kolam sebaiknya 5-50 ekor per meter persegi. Lama pemeliharan benih di kolam pendederan 3-4 minggu. Pada saat itu, benih ikan berkuran 3-5  cm.
2.2.2. Sumber Air
          Menurut  Sunarya (2007), kualitas air untuk budidaya gurami harus memiliki persyaratan yang baik. Air yang buruk dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit.
·         Kandungan oksigen yang baik pada budidaya ikan gurami secara intensif minimum 4 mg/liter air sementara kandungan karbon dioksida sebaiknya kurang dari 5 mg/liter air.
·         Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran konsentrasi ion hydrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa. Kolam pemeliharan gurami ideal memiliki pH netral antara 6,5-7,5. Alat yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman air yaitu kertas lakmus atau pH meter. Batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat menyebabkan kematian gurami adalah 0,1-0,3 mg/liter air.
·         Kecerahan pada suatu perairan merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut memenuhi syarat untuk digunakan sebagai media budidaya  gurami walaupun hal tesebut tidak mutlak. Kecerahan air yang optimal berkisar 25-30 cm.
·         Suhu yang ideal bagi pertumbuhan gurami adalah 24-300 C.

2.3 Persyaratan Induk Yang Baik
          Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (1992),   sebenarnya induk yang baik merupakan warisan keturunan. Akan tetapi untuk menentukan induk gurami yang baik dan unggul dapat diketahui dengan syarat sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan induk yang baik
Jantan
Betina
  • Mulai berumur antara 3-7 tahun.
  • Terampil menyusun sarang dan berpengalaman dalam mengajak induk betina agar mau memijah di sarang yang telah dibuatnya.
  • Warna badannya akan terlihat gelap dan agak pucat dengan perut yang lancip didekat  anus.
  •  Sisik masih teratur rapi, tidak mempunyai bekas luka apalagi dalam keadaan luka.
  • Bagian-bagian tubuhnya masih lengkap dan berfungsi baik yang ditandai dengan gerakan yang lincah, mendekati garang. produktif umur 3-7 tahun
·         Berumur antara 3-7 tahun
·         Semakin bertambah umur, semakin     banyak mengeluarkan telur.
·         Perut akan membulat dan relatif    panjang dengan warna badan terang.
·         Sisiknya diusahakan tidak cacat atau hilang dan masih dalam keadaan tersusun rapi.
·         Perut akan membesar kebelakang atau di dekat lubang dubur.
·         Pada anus atau dubur akan tampak putih atau kemerah-merahan.
·         Bila diraba perutnya, akan terasa lembek.
Sumber: Puspowardoyo dan Djarijah (1992)

2.4 Persiapan Sarana Pemijahan
2.4.1 Persiapan media pemijahan
          Menurut Sunarya (2007), untuk menjadi tempat hidup sekaligus untuk melangsungkan perkembangbiakan yang disukai gurami, kolam yang disediakan untuk pemijahan harus dipersiapkan dengan baik antara lain sebagai berikut:
a.      Kolam pemijahan
          Menurut ArgoMedia (2008), kolam untuk pemijahan membutuhkan suasana yang layak, agar gurami dapat hidup lebih leluasa dan senang berpijah. Luas kolam minimal 20 m2, maksimum 1000 m2 kedalaman kolam 1-1,5m. Kolam pemijahan sebaiknya di bangun dekat dengan kolam induk, sehingga memudahkan proses pemindahan induk.
          Kualitas air kolam pemijahan yang baik bersuhu 25-300 C, nilai pH 6,5-8,0 laju pergantian air 10-15 % per hari, dan ketinggian air kolam 40-60 cm. Kolam pemijahan tidak boleh mengandung banyak lumpur.


b.    Persiapan sarang
          Telah diketahui ikan gurami dalam melakukan pemijahan selalu membangun sarang terlebih dahulu. Oleh sebab itu perlu disediakan tempat dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sarang. Untuk membuat kerangka sebagai tempat merajut sarang bisa disediakan ranting-ranting pohon atau anyaman bambu berbentuk kerucut. Selain itu bisa juga dengan membuat lubang-lubang berbentuk bulat disisi pematang. Lingkaran lubang antara 30-40 cm dan dalamnya 35 cm. Banyaknya kerangka atau lubang disesuaikan dengan jumlah induk betina. Tetapi kadang-kadang gurami membangun sarang pada gerombol - geromboll rerumputan disisi pematang. Penempatan   kerangka atau lubang - lubang ± 25-30 cm dibawah permukaan air. Kedudukan kerangka bambu dapat dibuat sedemikian rupa supaya bisa mengikuti naik turunnya permukaan air dan mulutnya menghadap ke atas kira-kira 450. Jarak pemasangan antara lubang dengan kerangka yang satu dengan yang lainnya 3-5 m.
          Bahan sarang dapat menggunakan ijuk, sabut kelapa yang di bersihkan atau serat tanaman lain. Penempatan bahan sarang biasanya disudut-sudut kolam yang disogok- sogokkan diatas para-para atau rak bambu atau dijepit secara longgar dengan bilah bambu. Banyaknya bahan sarang untuk membuat sebuah sarang ukuran sedang antara 1-1,5 kg berat kering.

2.4.2 Pemilihan Induk Siap Pijah
            Menurut ArgoMedia (2008), ciri induk yang siap dipijah adalah adanya benjolan di kepala bagia atas, rahang bawah yang tebal, dan tidak adanya kelopak bintik hitam pada kelopak sirip dada. Warna tubuh merah berbintik hitam terang dengan perut membentuk sudut tumpul. Sedangkan induk betina yang siap pijah ditandai dengan bentuk kepala bagian atas dasar, rahang bawah tipis, dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada. Warna tubuhnya lebih terang dari pada induk jantan dan bentuk perutnya besar bulat.
            Ciri lainnya adalah kelamin induk betina akan mengeluarkan telur berwarna putih jika perut ditekan ke arah kelamin. Sedangkan induk jantan yang sudah matang akan mengeluarkan sperma berwarna putih. Cara mudah untuk menentukan matang gonad induk jantan adalah dengan melihat tingkah lakunya yang selalu beriringan bersama induk betina dan mulai membuat sarang dari rumput kering. Sementara itu, kematangan gonad betina dapat dilihat dari perut yang membesar dan terasa lunak saat diraba.
          Menurut Sitanggang dan Sarwono (2005), sebenarnya induk ikan yang baik merupakan warisan keturunan, tetapi ciri-ciri induk yang baik tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Ciri-ciri induk yang baik
Jantan
Betina
  • Warna badan gelap
  • Perut dekat anus lancip
  • Susunan sisiknya teratur
  • Gerakannya lincah
  • Mulai produktif umur 3-7 tahun
  • Warna badan terang
  • Perut membulat
  • Susunan sisiknya teratur
  • Badan relatif panjang.
  • Umur 5-10 tahun sangat produktif
Sumber : Sitanggang dan Sarwono (2005)

2.5 Proses Pemijahan dan Penetasan Telur
          Menurut Sitanggang dan Sarwono (2005), dalam setahun, seekor ikan gurami rata-rata dapat dipijahkan dua kali. Pemijahan ini tidak mungkin dipercepat agar telur cukup umur dan tidak gagal menetas nantinya. Induk-induk bermutu baik dapat diternakkan 10 kali berturut-turut dalam 5 tahun.
          Ketika berpijah gurami selalu meletakkan telur pada sarang yang dibuat oleh induk jantan. Pemijahan gurami dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemijahan campuran dan pemijahan khusus, perbedaan antara dua cara ini teletak pada jumlah iduk yang digunakan, luas kolam yang dipakai dan peredaran usahanya.
·        Pemijahan campuran untuk seekor induk gurami betina membutuhkan 10 m2 luas kolam dengan pendederan usaha ± 4 bulan. Tiap peredaran usaha diperlukan perbandingan induk satu jantan dan tiga betina.
·        Pemijahan khusus, seekor betina  membutuhkan 20 m2 kolam  dengan peredaran usahanya ±3 bulan sejak pemijahan sampai menjadi benih. Tiap peredaran usaha diperlukan perbandingan untuk satu induk jantan dengan dua induk betina.
          Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (1992), satu atau dua hari setelah sarang dibangun, dengan posisi miring induk betina akan melepaskan telur-telurnya kedalam sarang lewat lubang kecil yang telah dibuat.
Bersamaan dengan itu, sambil mengendus-endus bagiian perut betina, induk jantan akan menyemprotkan sperma.
Proses terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma.
Ø  Proses terjadi tengah malam sampai pagi hari. Telur yang terbuahi berwarna kuning kemerah-merahan sementara yang tidak dibuahi berwarna kuning keputih-putihan dan membusuk.
Ø   Setelah proses pembuahan selesai, induk jantan akan menutup lubang sarang dengan jaringan khusus.
Ø  Kemudian induk jantan segera pergi dan mencari pasangan baru untuk berpijah lagi. Sedangkan induk betina akan merawat dan menjaga telur dari sarangnya sambil mengipas-ngipaskan ekornya dilubang sarang.
            Selama pemijahan berlangsung induk tetap diberi makanan tambahan terutama daun talas dan pellet dalam jumlah sedikit. Dengan pemberian pakan yang baik, induk-induk tersebut akan memijah kembali setelah 20-30 hari.
          Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (1992), telur gurami yang telah terkumpul dalam sarang diangkat perlahan-lahan untuk ditetaskan dalam tempat penetasan. Pengambilan telur dari sarang sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah malam harinya induk gurami memijah (paling lama 3 hari setelah pemijahan). Kalau terlambat ada kemungkinan telur sudah menetas sehingga sulit pengambilannya dan kadang banyak benih yang baru menetas mati.
          Sarang yang baru diambil langsung dimasukkan kedalam tempat penetasan yang sebelumnya telah diisi dengan air bersih dan jernih setinggi 50 cm. Sarang dibuka dalam air perlahan-lahan agar tidak terjadi kerusakan. Selapis demi selapis sarang dilepas dengan cara mencabut anyaman penguat sarang. Kemudian telur dikeluarkan dari ijuk dan dimasukan dalam paso dan telur dibersihkan atau dipisahkan dari kotoran-kotoran yang menempel. Telur yang baik dan bakal menetas akan berwarna kuning mengkilap dan telur yang tidak baik berwarna putih susu atau keruh. Telur yang diambil atau dipisahkan dari lemak dan telur yang tidak baik serta dari kotoran lainnya.

2.6 Pemeliharaan Larva
          Menurut ArgoMedia (2008), .Setelah telur menetas, larva dapat dipelihara di corong penetasan sampai umur enam hari. Jika penetasan dilakukan di akuarium, pemindahan larva tidak perlu dilakukan. Selama pemeliharaan pergantian air akuarium perlu dilakukan untuk membersihkan air dari minyak yang dihasilkan saat penetasan. Untuk larva yang sudah diberi makan, penggantian air dilakukan ketika sudah banyak kotoran dari sisa makanan dan kotoran ikan. Kualitas air sebaikya dipertahankan pada suhu 29-300 C dan pH 6,5-8,0.
          Atap ruangan pemeliharaan larva sebaiknya menggunakan bahan berwarna cerah, tetapi jangan terlalu tembus cahaya matahari karena dapat mengganggu kehidupan larva. Pakan mulai di berikan saat larva berumur 5-6 hati. Pada 3 hari pertama, larva masih memiliki cadangan makan berupa kantong sisa kuning telur, sehingga belum perlu diberi makan. Pakan yang di berikan pada larva biasanya cacing sutra kering, artemia, dan kutu air berupa moina atau daphnia.
          Frekuensi pemberian 4-5 kali sehari, sebanyak 2 sendok makan untuk 100 ekor larva pada setiap pemberian. Setelah semakin besar selanjutnya dipelihara hingga menjadi benih yang siap ditebarkan ke kolam pemeliharaan benih dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Makanan  Ikan Gurami Berdasarkan Umur ikan
Umur
Jenis makanan
10 hari
1,5 bulan (1 cm)
1,5-3,5 bulan (2-3 cm)
3,5-8 bulan (5-8 cm)
8 bulan sampai setahun lebih

Makanan berupa zat putih telur yang ada pada pundi-pundi tubuh larva
Makanan hewani (rayap, ulat, telur, semut merah, ulat dedak halus, kuning telur yang direbus)
Makanan hewani, tumbuhan halus, paku air, bungkil
halus
Tumbuhan-tumbuhan halus, dedak dan pellet
Pellet, daun-daunan, ampas-ampasan dan dedak
Sumber : Sitanggang (1990)
2.7. Pendederan
          Menurut ArgoMedia (2008), kegiatan pendedera meliputi pemeliharaan benih berukurann 10-15 gr/ekor sampai ukuran 150 gr/ekor. Bobot gurami sebesar ini biasanya di capai saat benih berumur enam bulam dari penetasan telur. Ada juga pendederan yang mulai dari ukuran yang lebih besar, yakni 15-30 gr/ekor, tetepi ada juga yang mendederkan benih ikan gurami dari larva atau ketika seukuran biji oyong.
a. Pendederan Berjenjang
          Pendederan berjenjang adalah pendederan yang dlakukan ditempat terbuka seperti di rawa atau di kolam pendederan. Pendederan berjenjang dilakukan pada benih ukuran 10-15 gr/ekor yang dalam waktu singkat dapat di panen dengan bobot 150 gr/ekor. Ketentuan dalam melakukan pendederan sistem berjenjang
·    Pendederan I dilakukan ketika gurami berbobot 10-15 gr/ekor.
·    Pendederan II dilakukan ketika gurami berbobot 15-30 gr/ ekor.
·    Pendederan III dilakukan ketika gurami mencapai bobot 30-50 gr/ekor.
·    Pendederan IV dilakukan ketika gurami sudah berbobot 150 gr/ekor.
b. Pendederan Jaring Apung
            Pendederan jaring apung dapat dilakukan di danau dan waduk atau rawa.
Jaring apung dibuat  berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 x 1 x 1 m3. Bagian atas jaring apung berada sekitar 30 cm di atas permukaan air, sedangkan bagian bawahnya terendam sekitar 40 cm. Benih yang di tebar biasanya sudah berukuran 50 gr/ekor. Padat tebar pendedran dengan jaring apung ini mencapai 100-200 ekor/m2.

2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
          Menurut ArgoMedia (2008), penerapan manajemen perkolaman yang baik harus dilakukan agar ikan tetap sehat dan tumbuh baik selama pemeliharaan sehingga akan memberikan hasil yang memuaskan. Kegagalan produksi banyak disebabkan oleh penyiapan lahan yang kurang sempurna, rendahnya mutu benih, serta manajemen pengelolahan kolam yang kurang memadai.
          Menurut ArgoMedia (2008), ada dua kelompok besar yang dapat menyebabkan ikan terserang penyakit. Pertama penyakit akibat gangguan jasad hidup atau biasa disebut dengan penyakit parasiter. Kedua, penyakit yang bukan disebabkan oleh jasad hidup, tetapi lebih disebabkan oleh faktor fisika dan kimia perairan yang disebut penyakit non parasiter.
          Penyakit parasiter disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan berbagai organisme lainnya. Bila ikan terkena parasit dapat dikenali sebagai berikut :
·      Penyakit pada kulit, pada bagian-bagian tertentu berwarna merah, terutama bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Warna ikan menjadi pucat dan tubuhnya berlendir.
·        Penyakit pada insang, tutup insang mengembung. Lembaran insang menjadi pucat, kadang-kadang tampak serabut merah dan kelabu.
·        Penyakit pada organ dalam, perut ikan membengkak, sisik berdiri. Kadang-kadang sebaliknya, perut menjadi sangat kurus, ikan menjadi sangat lemah dan mudah ditangkap.

2.9 Panen dan Pascapanen
          Panen dan pascapanen merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan usaha budidaya gurami. Panen dan pascapanen memegang peranan penting dan menentukan di dalam keberhasilan usaha. Panen bukan berarti terhentinya penjagaan kualitas ikan. Kualitas ikan juga ditentukan pada saat panen. Pemanenan benih yang baik menghasilkan gurami berukuran benih dan ukuran konsumsi yang layak jual.
          Menurut Sunarya (2007), setelah ikan dipanen selanjutnya ikan diangkut. Sistem pengangkutan ikan terdiri dari dua macam, yaitu pengangkutan terbuka dan tertutup sesuai dengan wadah yang digunakan untuk pengangkutan. Pada pengangkutan terbuka, ikan-ikan yang diangkut dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Pengangkutan ini untuk pengangkutan jarak dekat dengan kepadatan rendah karena keterbatasan wadah, dimana yang biasa digunakan adalah drum plastik. Sedangkan pengangkutan tertutup, ikan dapat diangkut dengan kepadatan tinggi, wadah yang digunakan lebih banyak memakan tempat, dapat digunakan untuk mengangkut jarak jauh, dan waktu pengangkutan lebih lama. Pengangkutan ini menggunakan kantong plastik dan dimasukan dalam stereofoam.

 

III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu PKL
Praktek Kerja Lapang III (PKL III) ini dilaksanakan di Usaha Milik Bapak Andi Kecamatan Karang Kalasan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Rencana kegiatan selama PKL III dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2.  Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang III (PKL III) adalah metode survey dengan sistem magang. Menurut Nasir (1988), yang dimaksud dengan metode survey  adalah penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dan mencari fakta secara faktual. Dalam PKL III ini fakta atau data yang dicari yaitu tentang bagaimana proses pelaksanaan teknik pembenihan  ikan gurami (Osphronemus gouramy)). Sedangkan untuk memperoleh keterampilan digunakan sistem magang. Magang merupakan kegiatan untuk berlatih bekerja bagi mahasiswa di  suatu instansi atau perusahaan, system magang adalah suatu belajar mengajar dalam bentuk praktek secara langsung di tempat yang digunakan untuk magang yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kecakapan dalam membuat kreativitas, sikap kritis, rasa percaya diri dan jiwa kewiraswastaan.

3.3.  Sumber Data
Data yang dikumpulkan pada Praktek Kerja Lapang III (PKL III) ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), pengertian data primer dan data sekunder adalah :
a.      Data primer  adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat atau langsung dari sumber di tempat PKL. Dalam PKL ini, data primer yang akan diperoleh berupa data mengenai teknik pembenihan ikan gurami, persiapan air dan perlakuannya dilihat dari segi kimia, fisika, dan biologi monitoring parameter kualitas air dan pemasaran hasil.
b.      Data sekunder  adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, bias dari  literatur di perpustakaan. Data sekunder yang akan diambil adalah keadaan umum lokasi, data tentang jumlah petakan kolam dan fasilitas, data tentang struktur organisasi,  denah lokasi, peta lokasi. 

3.4.  Metode Pengumpulan Data
Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara. Pengertian observasi  dan wawancara  adalah :
a.      Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diamati. Jenis  observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi dimana penulis yang melakukan observasi turut ambil bagian atau berada dalam obyek yang di observasi.
b.      Wawancara  adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, dilakukan oleh dua orang atau lebih, bertatap muka,mendengarkan secara langsung informasi dan keterangan. Dalam pelaksanaan wawancara, jenis data yang ditanyakan berupa :
v  Persiapan media
v  Proses Pemijahan
v  Keadaan umum lokasi
v  Aspek sosial ekonomi
Daftar pertanyaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5.  Metode Pengolahan dan Analisa Data
Menurut Narbuko dan Achmadi (2001), data primer dan data sekunder yang dikumpulkan akan dilakukan  pengolahan data melalui :
1.      Editing  adalah pemeriksaan kembali data yang telah terkumpul untuk mengetahui apakah semua data sudah sesuai dengan yang diharapkan.
2.      Tabulating adalah penyusunan data yang berbentuk tabel untuk keperluan mempermudah analisis data. Adapun tabel mengenai pembenihan ikan gurami dapat dilihat pada Lampiran 3.